Pembangunan pondasi RSI Gaza di Distrik Bait Lahiya, Gaza Utara (Dok MER-C/RoL)
Ismail Ahmad dirawat di unit kanker, rumah sakit As Syifa Gaza. Badan pria berumur 66 tahun ini tersambung dengan selang kateter, sebagai saluran pembuangan urin. Biasanya urin ditampung di kantong khusus , namun kali ini tidak. Saluran ini dialirkan ke sebuah tempat sampah.
Ismail yang menderita kanker kandung kemih juga membutuhkan tranfusi, “tidak ada kantong IV (intra vena). Para perawat menuangkan darah ke botol plastik, yang disalurkan ke IV saja” kata Ismail.
Seperti dialami pasien lain, Ismail hanya memperoleh obat analgesic yang hanya berfungsi untuk meringankan sakit.
Pasca gempuran Israel terhadap Gaza di akhir Desember 2008 lalu, memang bantuan medis “membanjiri” Gaza, namun tidak semua obat-obatan dan peralatan bisa digunakan. Sebanyak 500 ton peralatan medis menumpuk digudang penyimpanan Gaza, disebabkan tidak sesuai dengan alat-alat yang dibutuhkan atau teknologinya tidak sesuai dengan alat teknologi yang tersedia di Gaza, atau tidak ada yang mampu mengoprasikan. Sehingga beberapa rumah sakit masih bertahan dengan menggunakan perangkat medis lama.
WHO memperkirakan dari 1,5 juta penduduk Gaza hanya ada dua orang dokter ahli bedah jantung. Dr Nasser Tatter, kepala unit Kardiologi As Syifa’ mengaku, jika salah satu sakit, maka bedah medis tidak akan bisa dilakukan dengan baik. Sedangkan tidak mudah untuk menambah jumlah dokter spesialisasi karena hampir tidak bisa keluar Gaza untuk belajar dan memperoleh pelatihan.
Masalah krusial lain adalah pemutusan aliran listrik. Pertama, karena generator pembangkit listrik di Gaza tidak memperoleh bahan bakar yang cukup. Kedua, lebih dari setengah pasokan listrik berasal dari Israel dan mereka bisa sewaktu-waktu memutuskannya. Jika sudah demikian, perawatan di ICU sama sekali tidak berguna dan para pasien juga tidak memperoleh oksigen. Selain itu bagi para pasien gagal ginjal terancam penggumpalan darah jika mesin dimatikan.
Kini namaknya penduduk Gaza bisa sedikit lebih lega dengan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Dimulai dari penandatanganan MoU tahun 2009 antara wakil dari rakyat Indonesia (dr. Joserizal Jurnalis, SpOT) dengan Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza (dr. Bassim Naim) –yang turut disaksiaan oleh dr. Sarbini (Ketua Presidium MER-C), Drs. HM. Mursalin (Forum Umat Islam), Ir. Hanibal WY Wijayanta (Jurnalis ANTV), Andi Jauhari (Jurnalis ANTARA) dan para ulama Gaza.
Proyek yang semula seperti mimpi menjadi kenyataan. Awal mula ide ini diluncurkan, banyak kalangan, baik dari dalam negeri, dunia international, bahkan pihak pemerintah Palestina pun meragukan terealisasinya rencana pembangunan rumah sakit Indonesia. Seperti di tuturkan kata Abdillah Onim Ketua MER-C Cabang Gaza.
Uang pembangunan RSI ini berasal dari sumbangan rakyat Indonesia dari segala kalangan, Setelah sebulan berjalan, progres pembangunan RSI Gaza telah mendekati angka 20 persen. Diperkirakan pembangunan Tahap 1 ini akan lebih cepat dari rencana semula. Beberapa bulan setelah pembangunan struktur pondasi berjalan, akan kembali dilakukan tender tahap kedua untuk arsitektur, mekanik dan kelistrikan.
akan sesuai dengan target yang direncanakan.”
Sesama muslim adalah bersaudara di belahan bumi manapun mereka berada bantulah walau hanya dengan sebait doa.
Rasulullah SAW bersabda:
“Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (Riwayat Muslim)
dan ingatlah pula sabda Rasulullah SAW:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesame Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (Riwayat Bukhari dari Abdullah bin Umar RA)
Wa Allahu a'lam
Sumber
Majalah Suara Hidayatullah edisi 03/xxiii/juli 2010/Rajab 143 pp.88
0 komentar:
Posting Komentar